PUISI-PUISI
–untuk yang mati dan yang tak bisa mati
Alfiyan Harfi
Aku percaya bahwa masing-masing manusia memiliki satu cinta dalam hidup mereka, aku percaya bahwa dalam hidupku sendiri, di dalam kemajemukan ruang, waktu dan peristiwa, ada satu cinta yang menjadi inti terdalam dari makna hidupku. Cinta itu, cinta yang tunggal itu tidak memiliki bentuk, namun juga sekaligus menjelma ujud-ujud yang banyaknya tak terhitung. Ujud-ujud itu menjadi ingkarnasi dari cinta yang baka.
Cinta itu—dengan keyakinanku yang sangat—pernah menjelma sesosok perempuan cantik yang kemudian meninggalkanku, bintang-bintang, getar musik yang dalam, dan juga puisi-puisi yang menakjubkan. Cinta itu hadir tanpa dipanggil dan tanpa sebab apapun. Seorang perempuan yang pada waktu itu sama sekali tak kukenal pernah juga menjadi avatar dewi cinta.
Begitulah, bagiku cinta sejati mampu menjelma apa saja, kapan saja dan di mana saja. Bila ia datang aku tak dapat menyangkalnya, jiwaku dapat melihat matanya yang bening seperti udara, hatiku telah lama mengenali dan mendengar bisikannya.
Cinta yang sejati hanya satu, namun ia datang berkali-kali, lewat begitu banyak perempuan, begitu banyak puisi. Pada setiap masa, lewat kemajemukan suara dan warna, cinta itu menjelmakan ketunggalannya; hamparan senja yang kuning kemerahan, matahari yang sayu dan burung-burung letih yang mencari sangkarnya adalah salah satu dari ujud-ujud tunggalnya.
Tapi aku tidak sempurna, meski setiap waktu ia datang, ketika aku tidur dan bermimpi, atau bangun atau pergi, tidak semua tanda kukenali. Padahal gambar pemandangan di jendela kereta yang berganti setiap detik, atau si miskin yang lapar, atau sebongkah gunung yang besar mungkin saja menjadi pertanda kehadiran cinta itu. Tapi aku lewat begitu saja. Maka pada saat itulah—tiba-tiba—aku menderita tanpa tahu sebabnya. Di malam yang panjang ketika istirah tak mau menjenguk jasadku yang lelah, bersama gonggongan anjing dari kejauhan—mungkin anjing itu berbulu hitam—meski aku memanggil, meski tangisku habis, bintang-bintang hanyalah bintang, malam hanyalah kegelapan tanpa batas dan suara-suara di sekitarku tak dapat kutangkap maknanya. Aku mengembara tanpa tahu ke mana, aku tak tahu mana jalan pergi dan mana jalan untuk pulang.
Semakin lama hatiku semakin parah, sakitnya tak mendapatkan penawar. Dan setiap hari, setiap pagi bila mataku terbuka dan melihat segalanya meninggalkanku; hari-hari lenyap, orang-orang berubah menjadi kenangan dan setiap detik kurasakan waktu menggerogoti segala yang kumiliki. Cermin-cermin menjadi buram dan segala yang nampak di dalamnya menjadi tidak nyata—tenggelam ke dalamnya masa lalu. Aku merasakan darah yang mengaliri lengan dan tubuhku, aku merasakan otot-otot yang menua, dan suara yang semakin rendah mendekati tanah.
Pada awalnya aku menganggap masa lalu tidaklah ada, atau tepatnya sudah tidak ada. Pada waktu itu aku menganggap yang ada hanyalah yang ada pada waktu itu. Tapi ketika semakin banyak yang kucintai dan pergi, semakin banyak aku kecewa karena segala yang hilang, aku justru menyadari bahwa mereka sungguh nyata: dengan gaibnya mereka mengatur bawah sadarku dan memengaruhi hidupku. Hingga saat ini aku tak lagi mampu membedakan mana yang lebih nyata antara masa lalu dan masa kini. Setiap yang kujumpai, dalam sedetik saja berubah menjadi maya, menjadi benda yang tergeletak di masa lalu.
Di antara segala yang maya, yang menjadi masa lalu dan tak dapat diubah itu, lambat laun aku mulai menyadari ada yang selalu bergerak, kekuatan tak terkendali, gelombang lautan jiwa, kehendak dan kesedihan, mengalir dan tak terbendung, seperti musik yang menenggelamkan, lembut, kasar, mengharukan dan—seolah baka—tak terhentikan, bahkan oleh tidur dan lupa.
~*~
2007-2008
KEPADA YANG TERSEMBUNYI
aku melihat sungai
mengalir di wajahmu
udara adalah kulitmu
dan matamu kulihat
pada segala yang kulihat
serupa cermin yang murni
sekali kau berkata padaku
lewat bunga yang mekar
serupa merah bibirmu
serupa keabadian
yang jatuh ke dalam waktu
engkau adalah peristiwa
yang runtuh di masa lalu
engkau adalah masa depan
yang menyusup
ke dalam mimpi sadar
dan di mana aku melangkah
melewati hamparan pasir
yang melayang di angkasa
aku pergi melewatimu:
Cipari '07
KEPADA SETIAP MAWAR
janganlah takut bila terpikirkan olehmu
kelopakmu yang indah akan layu
lalu gugur dan tenggelam
ke dalam debu yang dulu menyimpan
kerinduan benihmu
janganlah takut, karena bila kau takut
bagaimana mereka akan bahagia mendapatimu
memancarkan warna merah yang duka
maka dengan segenap keindahan dan durimu
tadahkan seluruh dirimu mencecap syukur
kepada musim dan matahari yang memberimu
beberapa menit yang indah—atau satu detik
dalam keindahan yang luas dan abadi
Yogyakarta '06
ODE BAGI YANG TAK DIKENAL
Aku ingin mendekat dan mengenalmu:
Mengenal bagaimana kau bangun
dan melangkah di tengah dunia
Bagaimana kau sentuh ranting kering
dan membuat mawar tumbuh darinya
Aku ingin mengenal bagaimana
Matamu menutup dan menyimpan
mimpi yang kecuali aku
tak seorang pun tahu
Aku ingin mengenal
Setiap udara yang kau hirup
Serta wangi yang kau hembuskan
Aku ingin mengenalmu kian dekat
Hingga aku mengenalmu
Layaknya aku mengenal diriku sendiri
Aku ingin menjadi akrab dengan kulitmu
Layaknya udara akrab denganku
Aku ingin menjadi akrab dengan suaramu
Layaknya aku akrab dengan kata hatiku
Aku ingin mengenalmu hingga
Aku mengenal segalanya;
Dan setiap bunga nama yang tumbuh
Mengakar padaku memancar padamu
November '07-Mei '08
SEPASANG MATA
lebih sunyi dari sebuah cermin
matamu bening bagai hati pencinta
dimana aku melihat diriku
menatap bagai malam padamu
kau yang menatap asing padaku
perhatikan bayang-bayangmu
tersimpan di kedalaman mataku
bagai cahaya menunjuk pusat kegelapan
apa dan kemana kau mencari
aku bersemayam di atas matamu
mengikuti bagai arah dan waktu
bila mataku terpejam, kau bersembunyi
menjelma mata air yang mengalir di tubuhku
sebagai kehangatan dan cahaya teduh yang abadi
Yogyakarta '05-'07
MATAHARI DAN BAYANG-BAYANG
bila kau lihat matahari di kaki langit
maka aku ada di belakangmu
sebagai bayang-bayang
dan bila kau lihat bayang-bayangmu
maka aku adalah matahari
yang menciptanya
Majenang '04
DI DALAM KERETA
gemuruh senja di langit
bergerak ke masa lalu
sepasang rel menjalar
dari masa depan
kini kutahu
kereta terus berjalan
menuju perhentian tak dikenal
2005-2006
DUNIA MENYATUKAN KITA
dunia ini milikku, dunia ini milikmu
awalnya kita berbagi
bagiku jalan yang sungguh milikku
bagimu jalan yang sungguh milikmu
dan ketika pada satu jalan
dunia ini menemukan kita;
kau memilikiku dan aku memilikimu
ambillah mataku, ambillah lenganku,
ambillah jantungku untuk mengalirkan darahmu
ambillah tubuhku untuk hidupmu
ambillah hidupku agar ia sempurna
dunia ini milikmu juga milikku
dunia ini milikku juga milikmu
tanpa kita berbagi lagi
Yogyakarta '06
DI ATAS BUKIT TERAKHIR
: Zainal Arifin Thoha
dan ia yang banyak berkelana
mengarungi dunia dan bernyanyi
gemanya menggaung di lembah dan lautan
tapi ia sendiri, pergi menyusuri
kebebasan dan kesunyiannya
memandang lembah-lembah biru
mendengar bisikan dari kabut
bahagialah ia yang tidak memiliki apa-apa
dunia berserak di bawah kakinya
yang melangkah ke bukit terakhir
dirasakannya angin bangkit
dari dunia yang menampung jiwanya
dengan kedua tangannya terangkat
layaknya sayap-sayap yang suci
ia menghembus ketakterbatasan
Februari '07
PENIUP SERULING
setiap kali kuraba dadamu
luka-luka itu terlindungi
oleh letakan tangan juga jiwaku
setiap kali kita berciuman
jiwa kita yang rapuh
bertemu dalam lagu yang sedih
bersamamu serulingku
aku akan terus bernyanyi
akan terus bernyanyi
sampai angin mencatat notasinya
lalu di suatu tempat suatu waktu
akan ia nyanyikan, duka kita
untuk yang mati
dan yang tak bisa mati
Yogyakarta '05
UNTUK DIUCAPKAN
SEBELUM TIDUR
adakah yang menakjubkan
dan lebih menakjubkan
serupa wajahmu, kematian?
malam lewat seperti biasa:
lelaki dengan tubuh terbakar
perempuan menatap bulan yang jemu
anjing menggonggong meronta-ronta
dan tuannya melempar kepalanya dengan batu
aku mau tidur selelap wajahmu
kulupakan matahari, pisau, bunga atau apa saja
tak ada yang membenci atau mencintai
karena di atas jasadku yang kelabu,
mereka taruh setiap cinta dan kebencian
dan ketika aku dikuburkan
semua kembali menjelma abu.
Yogyakarta, '05
SEBONGKAH BATU
bila sebongkah batu
kulempar ke angkasa
lalu kusebut nama cahaya
maka jadilah itu matahari
bila matahari
kuhempas nafas langit
kuhampar awan-awan tipis
maka jadilah itu gerimis
gerimis mengantarku padamu
lalu kusebut nama bunga
maka terbanglah kata-kata
seperti kupu-kupu
hinggap di kelopakmu; ungu
sambil menikmati matahari
ia tafsir makna ayat-ayat itu
2005
MUSAFIR SENJAKALA
kau perempuan yang bukan perempuan
manusia yang bukan manusia
hidup di sini, namun tidak di dunia ini
kau melintasi hidupku,
namun waktu tak dapat menangkapmu
kau tiada di sini, di sana dan di manapun.
namun di sini, di sana dan di manapun
aku melihatmu menatapku
dengan mata sebening udara;
menjamah jasad letihku
seperti matahari
dengan jemari yang dingin
senja mengantarku pada makammu,
aku bertanya mengapa kau tinggalkan aku
hingga kini aku pun tak mengerti
mengapa aku masih hidup di sini
Cilacap, September 2007
SAJAK PENGEMBARA
o perjalanan yang panjang
siapa menaruh misteri
di atas kepalaku yang rapuh
hingga mesti kurelakan
rindu yang parah ini
setiap kali aku bicara
pada daun-daun yang kering;
kemana hijau meninggalkannya
tergeletak dan terinjak malam:
kemana aku meninggalkan rumahku
di tengah perjalananku
aku melihat ribuan merpati
turun di hamparan jagung-jagungku:
perlahan aku mendekati mereka
perlahan mereka mendekati makananku
aku hidup di antara yang tak bernyanyi
aku bernyanyi di antara yang tak hidup
aku melihat pada mata merpati-merpati itu
diriku yang terasing dari sayap-sayap
diriku yang bersayap keterasingan
berapa ribu hari-hariku terkubur malam?
adakah mereka sama terasing di sana:
perempuan-perempuanku yang meratap.
orang-orang tua merintihkan do'aku di sini
di sini, aku merintihkan do'a mereka di sana
ribuan do'a ribuan malam bangkit bersama
menjelma bintang-bintang menggigil
sayup-sayu bagai ribuan nada
yang menjelma serentet melodi
yang selalu dipatahkan keheningan.
Jogjakarta, 2006
BUNGA
seseorang memiliki bunga
merah memancar bagai surga
di atas kemurnian yang hijau
di bawah kebiruan abadi
sunyi dan khidmat bagai rahasia
bagai malam yang anggun !
yang tak seorang pun menyentuhnya
yang tak seorang pun boleh
mengambilnya dari jiwaku.
tapi dengan kerendahan hatiku
terimalah, Bunga
yang memang milikmu ini.
2007
DERMAGA
seketika aku menjelma dermaga
dan kau adalah waktu
yang tercerabut darinya:
warna-warna bertahan
dalam kematian suri
lengking terumpet dari kejauhan
tertahan di udara
kesunyian menjelma segalanya
dan pertanyaan-pertanyaan
karam bersama kapal yang sesat
mereka yang menatap laut
akan tetap begitu
mereka yang tertidur
tak akan juga terbangun—
tersesat dalam kesunyian
mimpi masing-masing
30 November 2007
SUBLIM
Aku terbangun dari mimpi yang adalah kamu
Mandi air hangat yang adalah kamu
Minum segelas susu yang adalah kamu
Memasuki hari cerah yang adalah kamu
Menulis sajak-sajak dengan tindakanku
Hasratku tercerap kedalam kebebasan
Aku melangkah penuh dan ringan
dan menemukanmu di atas kata-kataku
Segalanya telah tercipta dan terungkap
Dan seperti galaksi, segalanya
mengalir dalam keseimbangan yang penuh
Kebahagiaan dan duka cita
menyublim dalam seluruh kekuatan verba
Juli 2008
NEGERI YANG SANGAT NYATA
kudengar ribuan tubuh berapi
memanggil nama yang telah pergi
tak lagi menyanyi di jalanmu
aku mesti menggantikanmu
dengan pikiranku sendiri—
segalanya terlihat di jalan lain
maafkan aku, aku mesti pergi
kau dengar bisikan halus menyerapku
dan aku harus menyerah—
telah hancur susunan batu
yang kau bangun dalam diriku
tak bisa tinggal dalam dirimu
aku mesti meninggalkanmu
tak mampu menampung diriku
awan-awan menghujan padamu
kini bagimu aku adalah udara
adalah kekekalan mimpi
telah kutemukan mimpiku di ketinggian
dan aku takkan kembali
meski kudengar ribuan malam terbakar
memekikkan namaku
bagimu hiduplah aku
di tempat lain
di dalam mimpi
yang sangat nyata
sangat nyata
***
Maafkanlah pemimpi
Yang tidur dalam diriku
Maafkanlah pemimpi
Yang tak pernah berakhir
12 Juli 2008
SINAR PUTIH
demi sinar putih matanya
demi sinar hitam rambutnya
demi semesta yang pusing
dan hidup adalah sungai
di mana bayang-bayang gemetar
gadis dari langit
matanya adalah cermin
pengungkap rahasia
cahaya yang menatapnya
o biola yang sempurna
getaran ini menyentuhmu
nyanyian yang membangkitkan
musim-musim yang silam
surga nampak di dunia
memancarkan keharuman
batu-batu merekah
air terjun dari ketinggian
Cilacap, juni '07
WAKTU DAN CINTA
Bila musim hujan tiba
Dan surga turun ke dunia
Bagai gadis belia
tak tersentuh kata
Bahagia membuka
taman musim kering
Memenuhi warna-warni bunga
Menebarkan gairah azali
Bila musim hujan tiba
Dan kita masih muda
Memancarkan gejolak segala
Tak peduli apa-siapa
Bila jalan tergenang mimpi
Memantulkan bayang
wajahku dan wajahmu
Kita mesti hidup selamanya!
Bila musim hujan tiba
Dan kita tak kuasa
Menanggung duka masa tua
Untuk cinta yang telah tiada
Mungkin satu kita akan mengingat
Musim hujan ini
Mengusapkan gemetar tangannya
pada wajah belia
yang tak mampu disentuhnya—
Kita mencair dan mengalir
Sepanjang sungai di wajahnya
Bila musim hujan tiba
Dan cinta yang hilang
Mengunjungi seorang penyair
Yang tak lagi menulis syair
Menggetarkan musim-musim yang lewat
Serupa cermin yang retak
Kurapihkan serpihannya!
Dan kubiarkan dunia tampil:
Waktu, cangkir maha besar itu
Tak mampu menampung cinta
27 Oktober 2007
ANYELIR
Di kejauhan, di bukit kemerahan
Matahari pucat berdiri
Dengan jubah kelabu
Menyimak gelombang letih
lautan dan benua;
Sementara ladang keriput
digetarkan hawa dingin yang kering
Segalanya tenggelam
dalam kemuraman yang lebih dalam;
dalam merah mataku
lebih dalam ke dalam jiwaku
Segalanya menunggu
sebuah suara—
Sekuntum anyelir
yang tumbuh di langit
Agustus 2007
SAJAK MUSAFIR
Kau telah menjadi segalanya:
menjadi jalan
di mana tak dapat kukembali
menjadi cahaya
yang menghangatkan tulang-tulangku
menjadi malam
yang memberiku bintang-bintang
menjadi hujan
yang menyucikan hidupku
menjadi kebahagiaan
yang meluaskan jiwaku
menjadi duka derita
yang membuatku kaya
menjadi seribu mawar
yang menyebarkan wewangian
pada seribu musim
Dan suatu saat nanti,
Kau menjadi tanah
tempat aku istirah.
Akan menjadi malam dan impian
ketika jasad tertidur
Dan engkau dan aku
Benar-benar menjadi satu
dalam bumi yang terus berputar
dalam bunga yang mekar
dalam senja yang bergetar
September 2007
WAKTU DAN DERITA
dan saat itu, segalanya menyusut
dalam dirimu: kota dan perjalanan
waktu, almari, mawar dan badai
cahaya kesuraman, terbenam darah tidurmu
di antara segala yang telah kau alami
orang-orang tak lagi mengenalmu;
seolah engkau adalah cermin suatu senja
ketika lampu di kamar mereka padam
kata terberai, ke lembah dan lautan
ke langit, seperti darah di tubuhmu
meletakkan batuan gelap
berantakan!
LUKA YANG BAHAGIA
hari ini kukorbankan engkauku
ialah satu-satunya yang kumiliki
hari ini kulepas kau
dan aku tak punya apa-apa lagi.
tanpa berkata lagi, tanpa sedih
tanpa diriku yang selama ini
aku akan pergi
aku akan menjadi yang tak pernah:
menjadi pohon, batu, bintang
dan tak ada yang mengenalku
bahkan kau, bahkan cintaku sendiri
aku akan mengganti namaku menjadi api
yang menyala di tembok kemerahan senja
aku akan mengganti namaku menjadi kilat
di pedang para prajurit
dan cinta yang tak sempat diucapkan
yang terpendam dalam akar-akar rahasia
mekar sebagai tindakan
mengalir dari luka yang bahagia
MENGENANGMU
sendiri berjubah kelabu
malam tergeletak
di atas semua
yang belum meninggal
berdiri di atas dunia
yang bukan milikmu
kau panggil masa depan—
kau panggil aku
kerinduan menggigil
malam mencair
sepasang kaki melangkah
ke dalam gelap
28 Januari 2008
PLANET LETIH
Tahun-tahun menjauhkanku
Dari cahaya muasal—
Ledak tangis yang suci.
Setiap cinta kembali mengabu
ke dalam tubuh tuaku.
Putaran-demi putaran
Mengekalkan kebingunganku
Demi kekuatan yang menguasai
Getar setiap planet
Demi planet yang menguasai
Setiap getar abadi
Demi setiap cahaya
Yang melayari langit redup
Demi mimpi
yang terbenam
di kerut mata tua
Demi cinta yang letih
Demi jiwa yang penuh
Oleh anggur terpendam
Demi air mata
yang menetas bagai kata
Maafkan setiap duka
yang membusuk di tubuhku
Tumbuhkanlah ia
Menjadi bermacam warna
Pada bermacam mahkota bunga
Terimalah setiap warna
Sebagai anugerah cinta
Seperti cahaya melintasimu
O semesta abad-abad.
Cipari, 10 Januari 2008
MADU YANG MEMABUKKAN
Kutuang masa lalu ke dalam sebuah cangkir
Masa lalu yang bangkit dari rahasia akar yang khidmat:
Menyala di antara lingkaran lebah bahagia
Merunduk dan tenggelam ke dalam madu yang teduh
Ketika daun dan kelopak membusuk dalam debu
Puisi ini madu yang memabukkan
Yang terpendam di kegelapan
Pembuluh darah dan batinku
Aku keluar dengan tangan dalam jubahku
Menuju puncak malam
Menguasai langit dengan tatapanku
Dengan kaki yang rapuh
Dan jiwa yang penuh
Inilah kekuatan, untuk sedikit berbahagia
Getar gaib dalam garis tangan
Untuk mengusap rambutnya yang sedih
Yang memanjang di kepalaku
Dan kepalamu
BAYANG-BAYANG AKHIR CERITA
di lembar terakhir yang gelap
rambut putih muncul di antara rambutmu
dan kerut masa lalu yang bagai akar terpendam
tampak di wajahku dan wajahmu;
saat itu, kita tak lagi mengucap cinta
namun memahaminya lewat tatap mata
dan belai gemetar masa tua
saat itu kau tahu aku mencintaimu
yang tak muda lagi, tanpa hasrat dan tujuan.
mencintaimu dengan segala kecantikan
dan keagungan dalam jiwamu
lalu kau memelukku
ketika malam mengatupkan selimut daun-daunnya
dan burung hantu menyanyikan akhir yang indah
dari suatu cerita panjang yang melelahkan
USIA 20
Betapa indah usia dua puluh:
mencintai perempuan yang tiada,
bayang-bayang,
yang kulihat pada wajah semua orang.
Dinding hitam kamarku
ditaburi reruntuhan bintang,
Aku melihat seorang gadis
yang kutahu menyimpan wajah
di belakang rambutnya.
Aku ingin tertawa,
aku ingin tertawa
di depan semua wajah yang kukenal,
yang semuanya adalah wajahku sendiri;
seorang anak kecil
mata putih,
seorang gadis
dengan rambut menutupi seluruh wajahnya
dan seseorang dengan kulit keriput
membungkus tulang-tulangnya,
sudah pergi.
Aku ingin tertawa pada mereka
tapi mereka tak kembali
Agustus 2007
PERGILAH
Pergilah dan jangan katakan di mana kau akan tinggal
Karena aku tak akan pernah mencarimu
Jangan pernah sekalipun mencoba mengingat namaku
Karena aku pun telah melupakan suaramu
Di lautan yang berbeda, kita masing-masing berlayar
dengan kapal yang digoyahkan ombak pecah.
Jangan sekalipun menyanyikan lagu cintaku
kencangkan tali biola dan patahkan lengannya.
Kini, segalanya nampak beda dari pengalamanku
Segalanya mengenakan selimut ketelanjangannya kembali:
Angin mencipta ombak, duka mencipta suara
Ketika kubawa diriku meninggalkan pulau dan tubuhku.
Juli 2006
AKHIR DUNIA
Mari berpencar dan bersembunyi
Mari, kau dan aku
Dalam setiap diri
Inilah akhir dunia
Inilah sunyi Kemenangan
Akhirnya kita melihat
Keajaiban dan kebahagiaan
Dalam akhir kitab sejarah
Kita pernah menjadi setiap manusia
Menjadi seorang bayi
Di pelukan seorang ibu
Kita pernah menjadi apa saja:
Ingatkah ketika kau menjadi bunga
Ketika aku adalah akar-akarmu
Ketika kau adalah cahaya
Yang mengarsir bayanganku
Pada setiap gerak dunia
Bumi hancur dan tiada
rumah bagi jasad yang berat
kita tercerap hati masing-masing
dan kemahalembutan dan kemahaluasan
menjadi akhir yang bahagia.
Namun dalam diriku dan dirimu
Setiap kali dunia berakhir
Ia membangun dirinya kembali
8 maret 2008
PERASAAN BAHAGIA
aku menginginkan musik malam ini
melihat gemintang mengalir tajam di langit
melihat hati tersebar di angkasa
malam ini dan seterusnya
aku menginginkan surga
memancar dari kristal mataku
ke dunia yang gelap
bintang yang sabar kau tahu kenapa
langit yang tenang kau tahu kenapa
rajawali di ketinggian kau tahu kenapa
aku menginginkan hidup lebih panjang!
aku menginginkan musik malam ini
selamanya di angkasa
menjadi galaksi, menjadi kebahagiaanmu
o jagat raya!
seketika dan seperti sungai
segalanya menjelma suara
Prumpunx, Mei 2008
KESEDIHAN
Suatu malam jendelaku tebuka
Dan seorang anak kecil melintas
Desember 2007
SI GILA PADA SI PENANTI
aku tahu kau merindukan
tanganku di atas tidurmu
cintaku di atas hidupmu
dan kau tahu
aku hidup di atas cintamu
cinta telah menguasai kita
bahkan sebelum kita
mampu mengucapkannya,
jiwaku dan jiwamu punya satu sayap
dan cinta kita yang menyatu
mengepakkan sepasang sayap kita
meninggalkan sepasang jasad yang rapuh
kau percaya
cintalah yang membawa kekasihmu
dan kesedihanmu dan kekuatanmu
membuat cinta mempercayaimu--
memilihmu jadi puterinya
di tanganku tersimpan abadi
detak jantung tidurmu
memberiku kekuatan
untuk menggoreskan nama kita
pada tiap benda
bahkan di atas otakku yang gila
bersyukurlah
pada ketidakwarasanku,
ia membawamu kemana aku pergi
untuk menyelamatkan hidupku
sebelum jasadku mengabu
ditelan bumi yang jauh
dan bila kau menemukanku
bersama hidup dan cintaku
tapi tidak bersama warasku
kau duduk bersandar kursi
mengamati dan menjagaku--
mengapa matamu basah
dan tubuhmu berguncang?
2006
SUBUH YANG LAIN
Di sana seseorang tengah tertidur
Di sana seberkas cahaya mungil
menemukan kebangkitan yang adalah dirinya
Serupa air, ia pernah melewati pohonan, batu dan lautan
Serupa manusia ia pernah menjadi semuanya
Di langit yang lain ia melenguh dan kekuningan
Di langit yang pertanyaan-pertanyaan telah mengabu
Subuh yang anggun menjelma ke dalam tarian
Namun sesuatu menghentikannya
Ketika seseorang menanyakan kesadarannya
Dan siang yang sibuk pun melupakannya
Di sana aku menemukan puisiku:
Ribuan gadis turun dari langit bulan juni
Dan sekuntum mawar kegaiban
Memancar dari sebuah nama
Yang aku tak kuasa memanggilnya
Juni 2008
POHON TIDUR
Bila tidur ibarat pohon
Dan akar-akarku menjalar
Apakah yang ditemukannya
Hingga bunga yang mekar
Adalah engkau
Malam menemukan
Daun-daunku menengadah
Merasakan darah
Yang masih mengalir
Ke langit yang dingin
Akar-akarku terbenam
Dalam gejolak yang tenang
Dan di kegelapan yang luas itu
Kelopakmu merekah—
Melingkar bagai semesta
Sepenuh hati aku merunduk
Mencoba mendengarkan
Kebijaksanaan
Yang lembut itu
November 2007
KETIKA DUDUK DI KERETA
duduk di kereta
terbangun dari tidur
aku tak tahu ke mana
namun merasa benar:
aku dalam perjalanan pulang.
stasiun-stasiun datang dan pergi
aku tak kenal mereka
aku lupa siapa namaku
aku mengenakan seragam sekolah
berwarna hitam-hitam
buku-buku yang masih kosong
di tangan kiriku tergenggam
sebuah biola.
Oktober 2007
KETIKA AKU MENJADI SEEKOR ELANG
Sinar matahari tenggalam dalam bulu-bulu hangatku. Orang-orang
pulang ke rumah mereka. Mataku bisa melihat angin
Melintas benua kuning-menggelap
Sangkarku adalah nyanyian rapuh di udara. Guratan anak panah
seorang tak dikenal. Aku terbang meninggalkan setiap aku dan kamu
Waktu memahatku di ketinggian
angin susut
Kegetiran adalah masa lalu yang terampuni, Senja selalu usai
dan retakan malam melahirkanku kembali
Menjadi seekor elang aku kini, Dan sebelum waktu menyerapku
ke dalam debu, Seekor elang melintasi siang dan malam
mengenyahkan suka dan duka yang samar
PrumpunX, 25 April 2008
BAGAIMANA MENGUSIR RAYAP-RAYAP
DARI MEJA KERJAKU
Rayap-rayap dalam diriku terus hidup dan berkembang tiap detik.
Mereka menjalari nadiku dan memakan segala yang telah kualami,
Mereka memakan segala yang menjadi milik dalam diriku.
Mereka tak bersuara. Mereka memiliki bahasa yang samar.
Aku bekerja sepanjang hari dan malam
dan segala yang kudapatkan menjadi milik mereka.
Kutemukan rayap-rayap itu dalam ujud seorang perempuan.
Mata coklatnya menunjukkan kebahagiaan.
Rambut halusnya menutupi tubuhnya.
Pada bibirnya ada senyum dari masa lalu.
Pada matahari dan senja aku melihat rayap-rayap.
Mereka merambati langit. Langit menjadi gelap.
Keluarga dan sahabatku tenggelam dalam lautan rayap.
Mimpiku yang rapuh dijalari rayap-rayap.
Aku datang pada suatu siang.
Dimana aku adalah seorang pekerja
yang mesti menghidupkan mimpi manusia.
Aku bekerja untuk manusia
dan rayap-rayap memakan tubuhku.
PrumpunX, 9 Mei 2008
HARI LIBUR
sesuatu seperti hari libur
perahu-perahu meluncur
orang-orang berrambut angin
buah-buah limpahan
binatang-binatang berlarian
dipenuh pesona yang suram
kebohongan menjelma lelucon
dosa tampak menyenangkan
tuhan turun dalam wujud anak kecil
dan bermain-main denganku
puluhan anak kecil
ratusan anak kecil
ribuan anak kecil
kaki mereka yang mungil
masih menjejak bumi
tapi jasad mereka beterbangan
dengan sayap-sayap yang aku tahu
setiap muka memancar
seperti malam tiba
seperti bintang-bintang pagi
seperti bunga-bunga api
sesuatu seperti masa silam
ingatan berkabut
turun perlahan di lembah waktu
bunga-bunga tumbuh
bintang-bintang berlarian ke langit
tuhan terjaga
sementara terlalu lelah,
aku tidur
Desember 2006-Juni 2008
SURGA YANG MENYAMAR
Setiap aku mempunyai titik yang harus ditembus ketika berdiri dihadapan kau yang kucintai, begitu juga kau. Kita berdiri berhadapan, namun di dalam ruang yang berdeda. Masing masing berada di kamar kesendirian bersama selembar cermin. Kita mesti menembusnya, agar tidak menjadi laki-laki dan perempuan. Karena kita adalah jiwa dibalik setiap mawar, adalah kekuatan yang mengalirkan darah dunia, adalah kehidupan, surga, yang menyamar di dunia.
Agustus 2007
MALAM DESEMBER
udara basah
runtuh dirayap kelam
dunia beku menawarkan
duka yang menyenangkan
ada sebuah kata
yang belum mampu kau cipta
namun alam
menampakkannya padamu
dan hanya bagimu
dalam cermin kau melihat
masa kecil menatapmu:
senja berlarian
di atas bukit dan padang rumput
rautnya sama dengan rautmu
mengingatkanmu pada seseorang
yang kau tak mampu mengingatnya
kau sentuh ia, dan ia menyentuhmu
sebuah rupa daramatis
yang sepertinya jenius tak dikenal
pernah melukisnya
kau tutup cermin itu
dan ingin mengajukan pertanyaan
namun masa tua mencegahmu
2006-2008
NAMA
ketika terbangun dari tidur
kukenakan kembali namaku
baru saja aku telah melupakannya
padahal selain nasib dan tangisan
ia adalah milikku yang pertama
kami begitu mirip
seperti saudara kembar
aku sangat mencintainya
dan dia sangat mencintaiku
tapi layaknya kekasih
seringkali kami bertengkar
seringkali aku tinggalkan ia berdiri
di tepi taman yang hujan
orang-orang menyapanya
dan mengira ia adalah diriku
di kamarku, tanpa nama
aku tertawa memikirkan hal itu
namaku hidup bersama mereka
sementara aku telah pergi darinya
ke jalan-jalan, sungai-sungai
dan menenggelamkan diri
2006-2008
MUSIM HUJAN TIBA SEBELUM WAKTUNYA
Tahun ini musim hujan tiba sebelum waktunya
aku kembali mendengarkan detak jam
atau gerimis yang runtuh menggenangi halaman
Seorang anak kecil dan seorang tua yang buta
lewat di antara guguran daun-daun kering
bayangannya terlihat jelas dari jendela kamarku
Seekor burung di rumahku tak lagi mau bernyanyi
ribut kelepak dalam sangkarnya yang asing--
mungkin ia tak menyukai makananku
Ada yang pelan-pelan mengetuk pintu
mungkin lelaki buta dan anak kecil itu
ketika kubuka, aku hanya mendapati diriku sendiri
Mei, 2006
MIMPI BURUK ABADI
orang-orang tersesat
dalam mimpi buruk abadi
pada tubuhnya yang membusuk
mereka tak akan bisa kembali
apa yang dialami bertahun-tahun:
udara putih di masa kanak,
nyanyian ibu di puncak malam,
bahasa burung yang suci
tak akan pernah terjadi kembali
hanya ujud baru yang mengerikan:
anak-anak menjadi dewasa
dan mengetahui ketelanjangannya
seorang perempuan
menggeliat di atas ranjangnya
menyerupai peristiwa melahirkan
duka abadi.
orang-orang tersesat
dalam mimpi buruk abadi
malam lebih nyata
ketimbang gelapnya
duka lebih agung
dari tangisannya
2006
DI BAWAH NAMA DUKA I
Di bawah malam dan gerimis
Dalam hati daku menangis
Mengenang puteri yang manis
Dalam jiwa hati teriris
Pernah kudengar angin berlagu
Desah-mendayu menyentuh kalbu
Tahun berlalu tetap daku mengenalmu
Karena dikaulah Ratu dalam hatiku
Istana hati gagah berdiri
Di atas benua hijau di bawah langit biru
Perawan suci dengarlah ini
Betapa megah cinta untukmu
Bumi tercipta bagai bahtera
Mengarung waktu dan peristiwa
Di kala engkau dan aku tercipta
Tubuh dari bumi dari Langitlah jiwa
Begitu singkat semua berlalu, dinda
Begitu sempit dunia untuk cinta
Benarkah yang di dunia mencinta
Harus mati dan kembali ke surga?
DI BAWAH NAMA DUKA II
Bila hilang siang tibalah malam
Segalanya anugerah bagi pencinta
Dikau mengajarkan padaku arti bahagia
Ketiadaanmu mengajar kedalaman malam
Langit dan bumi mabuk oleh cinta
Bintang dan bulan pun nari-melayang
Daku teringat Adam di dunia pertama
Daku teringat surga yang hilang
Rumput bergetar bagai jemari
Gigil oleh duka dan rindu
Semakin lelah hati mencari
Di mana surga dan singgasanamu
Kuhitung ribuan bintang di sana
Kupetik bunga dari setiap rindu
Kini kutahu kerdip permata
T'lah mencuri lembut cahaya di matamu
Kugelar permadani di atas debu
Kubuka telapak tangan dan pintu setiap jiwa
Sambutlah setiap maqbul do'a
Di manapun engkau berada
DI BAWAH NAMA DUKA III
Duhai bumi di mana hatiku singgah
Duhai langit yang menaungi
Duhai setiap mawar yang merekah
Duhai oh duhai
Duhai setiap makhluk yang tercipta
Duhai, adakah yang menemui kekasihku
Duhai setiap bisikan cinta yang menggelora
Kepada-Nya antarlah do'aku
Malam ini dan setiap malam
Aku ingin bahagia bersamanya
Malam ini dan setiap malam
Aku ingin bahagia bersamanya
Karena aku akan tetap begini
Karena aku akan selalu begini
Aku akan selalu begini
Akan selalu begini
Tubuhku hilang ditelan bayang
Jiwaku menjerit dan melayang
Duhai siang yang segera menjelang
Adakah kau kembalikan hati yang hilang
DI BAWAH NAMA DUKA IV
Malam pun usai dan pagi membuka gerbang
Kusiapkan hati bagi yang menjelang
Kulihat orang dan barang
Di bawa pergi dan datang
Selamat datang bocah kecil
Selamat datang setiap manusia
Di wajah kalian aku mengenal
Raut wajahnya yang kucinta
Di setiap wajah yang lewat sesaat
Adakah yang tetap abadi
Di setiap getar yang hangat
Bagai puteri dalam hati
Seekor rajawali melintas
Dari dunia yang purba
Setiap waktu memberi batas
Bagi penantian sementara
Namun rajawaliku terus mencari
Adakah di langit suatu batas
Dan aku yang disini
Menyebutmu setiap nafas
PERJUMPAAN TERAKHIR
DENGAN MATAHARI
pada perjumpaaan terakhir dengan matahari
kita bercerita tentang senja
dan dari parasmu yang muram
kuterima bola-bola api
untuk kugengam di alam tak berwarna
pada perjumpaan terakhir dengan matahari
kuceritakan dongeng-dongeng
agar kau terjaga dalam mimpimu
dan kita melebur menjadi malam
ya senja, mari berpelukan dengan rembulan
sebelum kita dapati wajah pagi telanjang
terbangun dari tidur, dan kita bertemu
di hari kedua yang asing
Cigaru 2004
MALAM PUN BERJATUHAN
KE DALAM GELAPNYA HARI
terlalu berbahaya bagi mereka
hidup dalam kilauan cahaya
ketika semua yang kelak sirna
tampak begitu nyata
untuk sekejap, hutan-hutan di langit
menyanyikan keperawanannya
untuk sekejap dan sekejap saja
malam pun berjatuhan ke dalam gelapnya hari
namun dalam hujan berat itu
semoga selalu ada yang bertahan
dalam kebebasan dari suka dan derita :
air mata pun mengalir dengan tabah ;
kebahagiaan menelusuri lekukan sungai
Cipari, 26 Agustus 2008
WANITA ITU
Wanita itu merapihkan rumahnya
Dibentuknya segala yang tak nyata
Dengan desah nafas bahagia
Dengan kebimbangan alami
Wanita itu
Begitu dekat dengan meja-meja
Dengan debu dan apinya
Semakin jauh aku melihat lanskap itu
Sementara mengapa
Aku tak pernah tahu
Juli 2008
DI GERBANG KE-20
mula-mula mimpi dari kegelapan
lalu kata-kata
mencipta cahaya
kini kau temukan ujudku menatapmu
dengan kedua matanya yang asing
dari lidahnya memancar cahaya
apinya membakar bentukmu
dengan panas yang tak pernah padam
2006-2009
SAJAK ORANG
YANG BELUM MENEMUKAN
SESUATU
Ia adalah tatap mata si kecil yang bahagia
karena tak menyadari kebebasannya
Ia adalah jalan-jalan kecil di masa lalu;
yang setiap kali kubaca layaknya kitab suci
Ia adalah duri kecil yang kusingkirkan dari jalanan
karena mengira orang akan menginjak tangisannya
Ia adalah tanah, yang mengambil setiap orang tua
dari setiap yatim dan piatu
Ia adalah rintih si tua yang merindukan kematiannya
padahal tak tahu benar bagaimana menghadapinya
Ia adalah tawa mereka yang tak menyadari
diam-diam ada yang menertawakan tawa mereka
Ia adalah sinar matahari yang setiap kali terjaga
tapi kami tidur pada bumi malam hari
2006-2009
BUTA
tiada lagi warna benda
segalanya menjelma getar dalam gelap
:di mana yang tak dikenal
bangkit mendekapku
lalu membawaku pergi
melintasi malam yang asing
terimakasih,
o mataku yang buta
kau lindungi aku
dari cantik warna-warna:
mawar bukan merah
tapi duri!
rumah adalah suara
dan aku mengenali asingnya
2005-2009
SUATU HARI DALAM KENANGAN PENGEMBARA
di tengah hari yang kian tak nyata
aku terpesona dengan awan-awan itu
kupandangi burung-burung mungil kehijauan
terbang di bawah hembusan angin
mungkinkah mereka mengerti kerinduanku?
berartikah bila kubacakan sajak-sajak
bagi bunga-bunga yang mekar di taman waktuku
mengertikah mereka jika aku menyentuh mereka
dengan tangan yang telah ditinggalkan jiwaku
kini dengan awan, burung, dan segalanya aku terasing
seringkali, siang hari di kamarku yang duka, aku tertidur
karena malamnya sungguh aku terpesona
dengan kemurnian malam-malam panjang
aku terpesona dengan nyanyian di bawah bintang
bagaimana mereka perlihatkan getaran semu dan dingin
duhai hidupku yang panjang
aku tak tega mengenang masa kecilku
anak kecil yang ceria, bermain dengan kesucian
aku terbayang bayi mungil yang bergetar menangis
oh, apakah ia mengetahui masa depannya?
di kota yang jauh ini, aku melihat ia yang berjalan
ia di jalan kota, atau yang duduk di taman kota
atau anak kecil yang bermain dengan balonnya
aku menyadari, aku telah menjadi banyak orang ini
yang masing-masing bernyanyi dan masing-masing sunyi.
Jogjakarta 2006 - Kroya 2009
KHAYALAN ORANG
YANG TAK BISA TIDUR
PADA SUATU PAGI
Masih terjaga di suatu pagi
Kembali kujumpai ujud diri:
Burung-burung tumbuh,
daun-daun bernyanyi
Tentang gelap
sunyi yang panjang
Tanpa tidur,
penuh mimpi.
Seolah menjadi suatu taman,
mataku yang setengah terbuka
menyinari halaman
Bibirku yang layu, basah
oleh embun dan khayal
Mataku yang setengah tertutup
ingin kembali bermimpi.
Burung-terbang dari dunia khayal
Daun tumbuh dari dunia khayal
Semua milikku
kusimpan dalam khayal
Nasib
mimpi
kenangan
Dan pisaunya
September 2006-April 2009