Kamis, 11 Maret 2010

Sebuah Puisi Yang Hanya Aku Yang Melihatnya


sepanjang jalan kudengar lagu yang samar
sepanjang jalan kupandangi jendela kereta ini
bukit dan ladang perlahan gemetar
kota asing terseret ke masa lampau
dan semakin asing ketika aku memperhatikannya

kita tidak sedang bercinta lagi
kereta mulai berjalan dan aku tak melihatmu
menangis, melambaikan tangan yang rapuh

kita akan terbiasa dengan kesunyian
berdiri di bawah hujan
menyatukan air mata dan air langit
seperti katamu
kita akan bernyanyi tengah malam
sejenak selepas kita mulai tidur
kita akan begitu bahagia
merenungkan semua yang terjadi ini

baru saja kita tiba di sebuah kota
kita akan segera meninggalkannya
baru saja kita terlahir ke dalam tangisan bayi
kita akan pergi kedalam gelapnya senyum di masa tua

hanya beberapa orang yang mengerti kita bahagia
hanya beberapa saja yang mengerti
apa yang membuat kita menangis
maka tenanglah menjalani segala yang akan usai ini

kereta terus berjalan
dan tak henti kupandangi jendela yang gemetar itu
sebuah puisi yang hanya aku yang melihatNya

Sajak-Sajak Pilihan



PUISI-PUISI
–untuk yang mati dan yang tak bisa mati
Alfiyan Harfi




Aku percaya bahwa masing-masing manusia memiliki satu cinta dalam hidup mereka, aku percaya bahwa dalam hidupku sendiri, di dalam kemajemukan ruang, waktu dan peristiwa, ada satu cinta yang menjadi inti terdalam dari makna hidupku. Cinta itu, cinta yang tunggal itu tidak memiliki bentuk, namun juga sekaligus menjelma ujud-ujud yang banyaknya tak terhitung. Ujud-ujud itu menjadi ingkarnasi dari cinta yang baka.
Cinta itu—dengan keyakinanku yang sangat—pernah menjelma sesosok perempuan cantik yang kemudian meninggalkanku, bintang-bintang, getar musik yang dalam, dan juga puisi-puisi yang menakjubkan. Cinta itu hadir tanpa dipanggil dan tanpa sebab apapun. Seorang perempuan yang pada waktu itu sama sekali tak kukenal pernah juga menjadi avatar dewi cinta.
Begitulah, bagiku cinta sejati mampu menjelma apa saja, kapan saja dan di mana saja. Bila ia datang aku tak dapat menyangkalnya, jiwaku dapat melihat matanya yang bening seperti udara, hatiku telah lama mengenali dan mendengar bisikannya.
Cinta yang sejati hanya satu, namun ia datang berkali-kali, lewat begitu banyak perempuan, begitu banyak puisi. Pada setiap masa, lewat kemajemukan suara dan warna, cinta itu menjelmakan ketunggalannya; hamparan senja yang kuning kemerahan, matahari yang sayu dan burung-burung letih yang mencari sangkarnya adalah salah satu dari ujud-ujud tunggalnya.
Tapi aku tidak sempurna, meski setiap waktu ia datang, ketika aku tidur dan bermimpi, atau bangun atau pergi, tidak semua tanda kukenali. Padahal gambar pemandangan di jendela kereta yang berganti setiap detik, atau si miskin yang lapar, atau sebongkah gunung yang besar mungkin saja menjadi pertanda kehadiran cinta itu. Tapi aku lewat begitu saja. Maka pada saat itulah—tiba-tiba—aku menderita tanpa tahu sebabnya. Di malam yang panjang ketika istirah tak mau menjenguk jasadku yang lelah, bersama gonggongan anjing dari kejauhan—mungkin anjing itu berbulu hitam—meski aku memanggil, meski tangisku habis, bintang-bintang hanyalah bintang, malam hanyalah kegelapan tanpa batas dan suara-suara di sekitarku tak dapat kutangkap maknanya. Aku mengembara tanpa tahu ke mana, aku tak tahu mana jalan pergi dan mana jalan untuk pulang.
Semakin lama hatiku semakin parah, sakitnya tak mendapatkan penawar. Dan setiap hari, setiap pagi bila mataku terbuka dan melihat segalanya meninggalkanku; hari-hari lenyap, orang-orang berubah menjadi kenangan dan setiap detik kurasakan waktu menggerogoti segala yang kumiliki. Cermin-cermin menjadi buram dan segala yang nampak di dalamnya menjadi tidak nyata—tenggelam ke dalamnya masa lalu. Aku merasakan darah yang mengaliri lengan dan tubuhku, aku merasakan otot-otot yang menua, dan suara yang semakin rendah mendekati tanah.
Pada awalnya aku menganggap masa lalu tidaklah ada, atau tepatnya sudah tidak ada. Pada waktu itu aku menganggap yang ada hanyalah yang ada pada waktu itu. Tapi ketika semakin banyak yang kucintai dan pergi, semakin banyak aku kecewa karena segala yang hilang, aku justru menyadari bahwa mereka sungguh nyata: dengan gaibnya mereka mengatur bawah sadarku dan memengaruhi hidupku. Hingga saat ini aku tak lagi mampu membedakan mana yang lebih nyata antara masa lalu dan masa kini. Setiap yang kujumpai, dalam sedetik saja berubah menjadi maya, menjadi benda yang tergeletak di masa lalu.
Di antara segala yang maya, yang menjadi masa lalu dan tak dapat diubah itu, lambat laun aku mulai menyadari ada yang selalu bergerak, kekuatan tak terkendali, gelombang lautan jiwa, kehendak dan kesedihan, mengalir dan tak terbendung, seperti musik yang menenggelamkan, lembut, kasar, mengharukan dan—seolah baka—tak terhentikan, bahkan oleh tidur dan lupa.
~*~
2007-2008



KEPADA YANG TERSEMBUNYI


aku melihat sungai
mengalir di wajahmu
udara adalah kulitmu
dan matamu kulihat
pada segala yang kulihat
serupa cermin yang murni

sekali kau berkata padaku
lewat bunga yang mekar
serupa merah bibirmu
serupa keabadian
yang jatuh ke dalam waktu

engkau adalah peristiwa
yang runtuh di masa lalu
engkau adalah masa depan
yang menyusup
ke dalam mimpi sadar

dan di mana aku melangkah
melewati hamparan pasir
yang melayang di angkasa
aku pergi melewatimu:

Cipari '07







KEPADA SETIAP MAWAR


janganlah takut bila terpikirkan olehmu
kelopakmu yang indah akan layu
lalu gugur dan tenggelam
ke dalam debu yang dulu menyimpan
kerinduan benihmu

janganlah takut, karena bila kau takut
bagaimana mereka akan bahagia mendapatimu
memancarkan warna merah yang duka

maka dengan segenap keindahan dan durimu
tadahkan seluruh dirimu mencecap syukur
kepada musim dan matahari yang memberimu
beberapa menit yang indah—atau satu detik
dalam keindahan yang luas dan abadi

Yogyakarta '06

ODE BAGI YANG TAK DIKENAL


Aku ingin mendekat dan mengenalmu:
Mengenal bagaimana kau bangun
dan melangkah di tengah dunia
Bagaimana kau sentuh ranting kering
dan membuat mawar tumbuh darinya

Aku ingin mengenal bagaimana
Matamu menutup dan menyimpan
mimpi yang kecuali aku
tak seorang pun tahu
Aku ingin mengenal
Setiap udara yang kau hirup
Serta wangi yang kau hembuskan

Aku ingin mengenalmu kian dekat
Hingga aku mengenalmu
Layaknya aku mengenal diriku sendiri

Aku ingin menjadi akrab dengan kulitmu
Layaknya udara akrab denganku
Aku ingin menjadi akrab dengan suaramu
Layaknya aku akrab dengan kata hatiku

Aku ingin mengenalmu hingga
Aku mengenal segalanya;
Dan setiap bunga nama yang tumbuh
Mengakar padaku memancar padamu

November '07-Mei '08






SEPASANG MATA


lebih sunyi dari sebuah cermin
matamu bening bagai hati pencinta
dimana aku melihat diriku
menatap bagai malam padamu

kau yang menatap asing padaku
perhatikan bayang-bayangmu
tersimpan di kedalaman mataku
bagai cahaya menunjuk pusat kegelapan

apa dan kemana kau mencari
aku bersemayam di atas matamu
mengikuti bagai arah dan waktu

bila mataku terpejam, kau bersembunyi
menjelma mata air yang mengalir di tubuhku
sebagai kehangatan dan cahaya teduh yang abadi

Yogyakarta '05-'07

MATAHARI DAN BAYANG-BAYANG


bila kau lihat matahari di kaki langit
maka aku ada di belakangmu
sebagai bayang-bayang

dan bila kau lihat bayang-bayangmu
maka aku adalah matahari
yang menciptanya

Majenang '04





DI DALAM KERETA


gemuruh senja di langit
bergerak ke masa lalu
sepasang rel menjalar
dari masa depan

kini kutahu
kereta terus berjalan
menuju perhentian tak dikenal

2005-2006






DUNIA MENYATUKAN KITA


dunia ini milikku, dunia ini milikmu
awalnya kita berbagi
bagiku jalan yang sungguh milikku
bagimu jalan yang sungguh milikmu
dan ketika pada satu jalan
dunia ini menemukan kita;
kau memilikiku dan aku memilikimu

ambillah mataku, ambillah lenganku,
ambillah jantungku untuk mengalirkan darahmu
ambillah tubuhku untuk hidupmu
ambillah hidupku agar ia sempurna
dunia ini milikmu juga milikku
dunia ini milikku juga milikmu
tanpa kita berbagi lagi

Yogyakarta '06

DI ATAS BUKIT TERAKHIR
: Zainal Arifin Thoha

dan ia yang banyak berkelana
mengarungi dunia dan bernyanyi
gemanya menggaung di lembah dan lautan
tapi ia sendiri, pergi menyusuri
kebebasan dan kesunyiannya
memandang lembah-lembah biru
mendengar bisikan dari kabut

bahagialah ia yang tidak memiliki apa-apa
dunia berserak di bawah kakinya
yang melangkah ke bukit terakhir

dirasakannya angin bangkit
dari dunia yang menampung jiwanya
dengan kedua tangannya terangkat
layaknya sayap-sayap yang suci
ia menghembus ketakterbatasan

Februari '07


PENIUP SERULING


setiap kali kuraba dadamu
luka-luka itu terlindungi
oleh letakan tangan juga jiwaku
setiap kali kita berciuman
jiwa kita yang rapuh
bertemu dalam lagu yang sedih

bersamamu serulingku
aku akan terus bernyanyi
akan terus bernyanyi
sampai angin mencatat notasinya
lalu di suatu tempat suatu waktu
akan ia nyanyikan, duka kita
untuk yang mati
dan yang tak bisa mati

Yogyakarta '05

UNTUK DIUCAPKAN
SEBELUM TIDUR


adakah yang menakjubkan
dan lebih menakjubkan
serupa wajahmu, kematian?

malam lewat seperti biasa:
lelaki dengan tubuh terbakar
perempuan menatap bulan yang jemu
anjing menggonggong meronta-ronta
dan tuannya melempar kepalanya dengan batu

aku mau tidur selelap wajahmu
kulupakan matahari, pisau, bunga atau apa saja

tak ada yang membenci atau mencintai
karena di atas jasadku yang kelabu,
mereka taruh setiap cinta dan kebencian
dan ketika aku dikuburkan
semua kembali menjelma abu.

Yogyakarta, '05

SEBONGKAH BATU


bila sebongkah batu
kulempar ke angkasa
lalu kusebut nama cahaya
maka jadilah itu matahari

bila matahari
kuhempas nafas langit
kuhampar awan-awan tipis
maka jadilah itu gerimis

gerimis mengantarku padamu
lalu kusebut nama bunga
maka terbanglah kata-kata
seperti kupu-kupu
hinggap di kelopakmu; ungu

sambil menikmati matahari
ia tafsir makna ayat-ayat itu

2005

MUSAFIR SENJAKALA


kau perempuan yang bukan perempuan
manusia yang bukan manusia
hidup di sini, namun tidak di dunia ini
kau melintasi hidupku,
namun waktu tak dapat menangkapmu

kau tiada di sini, di sana dan di manapun.
namun di sini, di sana dan di manapun
aku melihatmu menatapku
dengan mata sebening udara;
menjamah jasad letihku
seperti matahari
dengan jemari yang dingin

senja mengantarku pada makammu,
aku bertanya mengapa kau tinggalkan aku
hingga kini aku pun tak mengerti
mengapa aku masih hidup di sini

Cilacap, September 2007

SAJAK PENGEMBARA


o perjalanan yang panjang
siapa menaruh misteri
di atas kepalaku yang rapuh
hingga mesti kurelakan
rindu yang parah ini

setiap kali aku bicara
pada daun-daun yang kering;
kemana hijau meninggalkannya
tergeletak dan terinjak malam:
kemana aku meninggalkan rumahku

di tengah perjalananku
aku melihat ribuan merpati
turun di hamparan jagung-jagungku:
perlahan aku mendekati mereka
perlahan mereka mendekati makananku

aku hidup di antara yang tak bernyanyi
aku bernyanyi di antara yang tak hidup
aku melihat pada mata merpati-merpati itu
diriku yang terasing dari sayap-sayap
diriku yang bersayap keterasingan

berapa ribu hari-hariku terkubur malam?
adakah mereka sama terasing di sana:
perempuan-perempuanku yang meratap.
orang-orang tua merintihkan do'aku di sini
di sini, aku merintihkan do'a mereka di sana

ribuan do'a ribuan malam bangkit bersama
menjelma bintang-bintang menggigil
sayup-sayu bagai ribuan nada
yang menjelma serentet melodi
yang selalu dipatahkan keheningan.

Jogjakarta, 2006


BUNGA


seseorang memiliki bunga
merah memancar bagai surga
di atas kemurnian yang hijau
di bawah kebiruan abadi
sunyi dan khidmat bagai rahasia
bagai malam yang anggun !

yang tak seorang pun menyentuhnya
yang tak seorang pun boleh
mengambilnya dari jiwaku.
tapi dengan kerendahan hatiku
terimalah, Bunga
yang memang milikmu ini.

2007


DERMAGA


seketika aku menjelma dermaga
dan kau adalah waktu
yang tercerabut darinya:

warna-warna bertahan
dalam kematian suri
lengking terumpet dari kejauhan
tertahan di udara
kesunyian menjelma segalanya
dan pertanyaan-pertanyaan
karam bersama kapal yang sesat

mereka yang menatap laut
akan tetap begitu
mereka yang tertidur
tak akan juga terbangun—
tersesat dalam kesunyian
mimpi masing-masing

30 November 2007


SUBLIM


Aku terbangun dari mimpi yang adalah kamu
Mandi air hangat yang adalah kamu
Minum segelas susu yang adalah kamu
Memasuki hari cerah yang adalah kamu
Menulis sajak-sajak dengan tindakanku

Hasratku tercerap kedalam kebebasan
Aku melangkah penuh dan ringan
dan menemukanmu di atas kata-kataku
Segalanya telah tercipta dan terungkap
Dan seperti galaksi, segalanya
mengalir dalam keseimbangan yang penuh

Kebahagiaan dan duka cita
menyublim dalam seluruh kekuatan verba

Juli 2008

NEGERI YANG SANGAT NYATA


kudengar ribuan tubuh berapi
memanggil nama yang telah pergi

tak lagi menyanyi di jalanmu
aku mesti menggantikanmu
dengan pikiranku sendiri—
segalanya terlihat di jalan lain
maafkan aku, aku mesti pergi

kau dengar bisikan halus menyerapku
dan aku harus menyerah—
telah hancur susunan batu
yang kau bangun dalam diriku

tak bisa tinggal dalam dirimu
aku mesti meninggalkanmu
tak mampu menampung diriku
awan-awan menghujan padamu
kini bagimu aku adalah udara
adalah kekekalan mimpi

telah kutemukan mimpiku di ketinggian
dan aku takkan kembali
meski kudengar ribuan malam terbakar
memekikkan namaku

bagimu hiduplah aku
di tempat lain
di dalam mimpi
yang sangat nyata
sangat nyata

***

Maafkanlah pemimpi
Yang tidur dalam diriku
Maafkanlah pemimpi
Yang tak pernah berakhir

12 Juli 2008



SINAR PUTIH


demi sinar putih matanya
demi sinar hitam rambutnya
demi semesta yang pusing
dan hidup adalah sungai
di mana bayang-bayang gemetar

gadis dari langit
matanya adalah cermin
pengungkap rahasia
cahaya yang menatapnya

o biola yang sempurna
getaran ini menyentuhmu
nyanyian yang membangkitkan
musim-musim yang silam

surga nampak di dunia
memancarkan keharuman
batu-batu merekah
air terjun dari ketinggian

Cilacap, juni '07

WAKTU DAN CINTA


Bila musim hujan tiba
Dan surga turun ke dunia
Bagai gadis belia
tak tersentuh kata
Bahagia membuka
taman musim kering
Memenuhi warna-warni bunga
Menebarkan gairah azali

Bila musim hujan tiba
Dan kita masih muda
Memancarkan gejolak segala
Tak peduli apa-siapa
Bila jalan tergenang mimpi
Memantulkan bayang
wajahku dan wajahmu
Kita mesti hidup selamanya!

Bila musim hujan tiba
Dan kita tak kuasa
Menanggung duka masa tua
Untuk cinta yang telah tiada
Mungkin satu kita akan mengingat
Musim hujan ini
Mengusapkan gemetar tangannya
pada wajah belia
yang tak mampu disentuhnya—
Kita mencair dan mengalir
Sepanjang sungai di wajahnya

Bila musim hujan tiba
Dan cinta yang hilang
Mengunjungi seorang penyair
Yang tak lagi menulis syair
Menggetarkan musim-musim yang lewat
Serupa cermin yang retak

Kurapihkan serpihannya!
Dan kubiarkan dunia tampil:
Waktu, cangkir maha besar itu
Tak mampu menampung cinta

27 Oktober 2007


ANYELIR


Di kejauhan, di bukit kemerahan
Matahari pucat berdiri
Dengan jubah kelabu
Menyimak gelombang letih
lautan dan benua;
Sementara ladang keriput
digetarkan hawa dingin yang kering

Segalanya tenggelam
dalam kemuraman yang lebih dalam;
dalam merah mataku
lebih dalam ke dalam jiwaku

Segalanya menunggu
sebuah suara—
Sekuntum anyelir
yang tumbuh di langit

Agustus 2007

SAJAK MUSAFIR


Kau telah menjadi segalanya:
menjadi jalan
di mana tak dapat kukembali
menjadi cahaya
yang menghangatkan tulang-tulangku
menjadi malam
yang memberiku bintang-bintang
menjadi hujan
yang menyucikan hidupku
menjadi kebahagiaan
yang meluaskan jiwaku
menjadi duka derita
yang membuatku kaya
menjadi seribu mawar
yang menyebarkan wewangian
pada seribu musim

Dan suatu saat nanti,
Kau menjadi tanah
tempat aku istirah.
Akan menjadi malam dan impian
ketika jasad tertidur
Dan engkau dan aku
Benar-benar menjadi satu
dalam bumi yang terus berputar
dalam bunga yang mekar
dalam senja yang bergetar

September 2007

WAKTU DAN DERITA


dan saat itu, segalanya menyusut
dalam dirimu: kota dan perjalanan
waktu, almari, mawar dan badai
cahaya kesuraman, terbenam darah tidurmu

di antara segala yang telah kau alami
orang-orang tak lagi mengenalmu;
seolah engkau adalah cermin suatu senja
ketika lampu di kamar mereka padam

kata terberai, ke lembah dan lautan
ke langit, seperti darah di tubuhmu
meletakkan batuan gelap
berantakan!

LUKA YANG BAHAGIA


hari ini kukorbankan engkauku
ialah satu-satunya yang kumiliki
hari ini kulepas kau
dan aku tak punya apa-apa lagi.
tanpa berkata lagi, tanpa sedih
tanpa diriku yang selama ini
aku akan pergi

aku akan menjadi yang tak pernah:
menjadi pohon, batu, bintang
dan tak ada yang mengenalku
bahkan kau, bahkan cintaku sendiri

aku akan mengganti namaku menjadi api
yang menyala di tembok kemerahan senja
aku akan mengganti namaku menjadi kilat
di pedang para prajurit

dan cinta yang tak sempat diucapkan
yang terpendam dalam akar-akar rahasia
mekar sebagai tindakan
mengalir dari luka yang bahagia

MENGENANGMU


sendiri berjubah kelabu
malam tergeletak
di atas semua
yang belum meninggal

berdiri di atas dunia
yang bukan milikmu
kau panggil masa depan—
kau panggil aku

kerinduan menggigil
malam mencair
sepasang kaki melangkah
ke dalam gelap

28 Januari 2008

PLANET LETIH


Tahun-tahun menjauhkanku
Dari cahaya muasal—
Ledak tangis yang suci.
Setiap cinta kembali mengabu
ke dalam tubuh tuaku.
Putaran-demi putaran
Mengekalkan kebingunganku

Demi kekuatan yang menguasai
Getar setiap planet
Demi planet yang menguasai
Setiap getar abadi
Demi setiap cahaya
Yang melayari langit redup
Demi mimpi
yang terbenam
di kerut mata tua
Demi cinta yang letih
Demi jiwa yang penuh
Oleh anggur terpendam
Demi air mata
yang menetas bagai kata

Maafkan setiap duka
yang membusuk di tubuhku
Tumbuhkanlah ia
Menjadi bermacam warna
Pada bermacam mahkota bunga
Terimalah setiap warna
Sebagai anugerah cinta
Seperti cahaya melintasimu
O semesta abad-abad.

Cipari, 10 Januari 2008

MADU YANG MEMABUKKAN


Kutuang masa lalu ke dalam sebuah cangkir
Masa lalu yang bangkit dari rahasia akar yang khidmat:
Menyala di antara lingkaran lebah bahagia
Merunduk dan tenggelam ke dalam madu yang teduh
Ketika daun dan kelopak membusuk dalam debu

Puisi ini madu yang memabukkan
Yang terpendam di kegelapan
Pembuluh darah dan batinku

Aku keluar dengan tangan dalam jubahku
Menuju puncak malam
Menguasai langit dengan tatapanku
Dengan kaki yang rapuh
Dan jiwa yang penuh

Inilah kekuatan, untuk sedikit berbahagia
Getar gaib dalam garis tangan
Untuk mengusap rambutnya yang sedih
Yang memanjang di kepalaku
Dan kepalamu

BAYANG-BAYANG AKHIR CERITA


di lembar terakhir yang gelap
rambut putih muncul di antara rambutmu
dan kerut masa lalu yang bagai akar terpendam
tampak di wajahku dan wajahmu;
saat itu, kita tak lagi mengucap cinta
namun memahaminya lewat tatap mata
dan belai gemetar masa tua

saat itu kau tahu aku mencintaimu
yang tak muda lagi, tanpa hasrat dan tujuan.
mencintaimu dengan segala kecantikan
dan keagungan dalam jiwamu

lalu kau memelukku
ketika malam mengatupkan selimut daun-daunnya
dan burung hantu menyanyikan akhir yang indah
dari suatu cerita panjang yang melelahkan

USIA 20


Betapa indah usia dua puluh:
mencintai perempuan yang tiada,
bayang-bayang,
yang kulihat pada wajah semua orang.

Dinding hitam kamarku
ditaburi reruntuhan bintang,
Aku melihat seorang gadis
yang kutahu menyimpan wajah
di belakang rambutnya.

Aku ingin tertawa,
aku ingin tertawa
di depan semua wajah yang kukenal,
yang semuanya adalah wajahku sendiri;

seorang anak kecil
mata putih,
seorang gadis
dengan rambut menutupi seluruh wajahnya
dan seseorang dengan kulit keriput
membungkus tulang-tulangnya,
sudah pergi.

Aku ingin tertawa pada mereka
tapi mereka tak kembali

Agustus 2007


PERGILAH


Pergilah dan jangan katakan di mana kau akan tinggal
Karena aku tak akan pernah mencarimu
Jangan pernah sekalipun mencoba mengingat namaku
Karena aku pun telah melupakan suaramu

Di lautan yang berbeda, kita masing-masing berlayar
dengan kapal yang digoyahkan ombak pecah.
Jangan sekalipun menyanyikan lagu cintaku
kencangkan tali biola dan patahkan lengannya.

Kini, segalanya nampak beda dari pengalamanku
Segalanya mengenakan selimut ketelanjangannya kembali:
Angin mencipta ombak, duka mencipta suara
Ketika kubawa diriku meninggalkan pulau dan tubuhku.

Juli 2006

AKHIR DUNIA


Mari berpencar dan bersembunyi
Mari, kau dan aku
Dalam setiap diri

Inilah akhir dunia
Inilah sunyi Kemenangan

Akhirnya kita melihat
Keajaiban dan kebahagiaan
Dalam akhir kitab sejarah

Kita pernah menjadi setiap manusia
Menjadi seorang bayi
Di pelukan seorang ibu
Kita pernah menjadi apa saja:

Ingatkah ketika kau menjadi bunga
Ketika aku adalah akar-akarmu
Ketika kau adalah cahaya
Yang mengarsir bayanganku
Pada setiap gerak dunia

Bumi hancur dan tiada
rumah bagi jasad yang berat
kita tercerap hati masing-masing
dan kemahalembutan dan kemahaluasan
menjadi akhir yang bahagia.

Namun dalam diriku dan dirimu
Setiap kali dunia berakhir
Ia membangun dirinya kembali

8 maret 2008

PERASAAN BAHAGIA

aku menginginkan musik malam ini
melihat gemintang mengalir tajam di langit
melihat hati tersebar di angkasa

malam ini dan seterusnya
aku menginginkan surga
memancar dari kristal mataku
ke dunia yang gelap

bintang yang sabar kau tahu kenapa
langit yang tenang kau tahu kenapa
rajawali di ketinggian kau tahu kenapa
aku menginginkan hidup lebih panjang!

aku menginginkan musik malam ini
selamanya di angkasa
menjadi galaksi, menjadi kebahagiaanmu
o jagat raya!

seketika dan seperti sungai
segalanya menjelma suara

Prumpunx, Mei 2008

KESEDIHAN


Suatu malam jendelaku tebuka
Dan seorang anak kecil melintas

Desember 2007

SI GILA PADA SI PENANTI


aku tahu kau merindukan
tanganku di atas tidurmu
cintaku di atas hidupmu
dan kau tahu
aku hidup di atas cintamu

cinta telah menguasai kita
bahkan sebelum kita
mampu mengucapkannya,
jiwaku dan jiwamu punya satu sayap
dan cinta kita yang menyatu
mengepakkan sepasang sayap kita
meninggalkan sepasang jasad yang rapuh

kau percaya
cintalah yang membawa kekasihmu
dan kesedihanmu dan kekuatanmu
membuat cinta mempercayaimu--
memilihmu jadi puterinya

di tanganku tersimpan abadi
detak jantung tidurmu
memberiku kekuatan
untuk menggoreskan nama kita
pada tiap benda
bahkan di atas otakku yang gila

bersyukurlah
pada ketidakwarasanku,
ia membawamu kemana aku pergi
untuk menyelamatkan hidupku
sebelum jasadku mengabu
ditelan bumi yang jauh

dan bila kau menemukanku
bersama hidup dan cintaku
tapi tidak bersama warasku
kau duduk bersandar kursi
mengamati dan menjagaku--
mengapa matamu basah
dan tubuhmu berguncang?

2006

SUBUH YANG LAIN


Di sana seseorang tengah tertidur
Di sana seberkas cahaya mungil
menemukan kebangkitan yang adalah dirinya
Serupa air, ia pernah melewati pohonan, batu dan lautan
Serupa manusia ia pernah menjadi semuanya

Di langit yang lain ia melenguh dan kekuningan
Di langit yang pertanyaan-pertanyaan telah mengabu
Subuh yang anggun menjelma ke dalam tarian
Namun sesuatu menghentikannya
Ketika seseorang menanyakan kesadarannya
Dan siang yang sibuk pun melupakannya

Di sana aku menemukan puisiku:
Ribuan gadis turun dari langit bulan juni
Dan sekuntum mawar kegaiban
Memancar dari sebuah nama
Yang aku tak kuasa memanggilnya

Juni 2008

POHON TIDUR


Bila tidur ibarat pohon
Dan akar-akarku menjalar
Apakah yang ditemukannya
Hingga bunga yang mekar
Adalah engkau

Malam menemukan
Daun-daunku menengadah
Merasakan darah
Yang masih mengalir
Ke langit yang dingin
Akar-akarku terbenam
Dalam gejolak yang tenang
Dan di kegelapan yang luas itu
Kelopakmu merekah—
Melingkar bagai semesta

Sepenuh hati aku merunduk
Mencoba mendengarkan
Kebijaksanaan
Yang lembut itu

November 2007

KETIKA DUDUK DI KERETA


duduk di kereta
terbangun dari tidur

aku tak tahu ke mana
namun merasa benar:
aku dalam perjalanan pulang.

stasiun-stasiun datang dan pergi
aku tak kenal mereka
aku lupa siapa namaku

aku mengenakan seragam sekolah
berwarna hitam-hitam
buku-buku yang masih kosong
di tangan kiriku tergenggam
sebuah biola.

Oktober 2007

KETIKA AKU MENJADI SEEKOR ELANG


Sinar matahari tenggalam dalam bulu-bulu hangatku. Orang-orang
pulang ke rumah mereka. Mataku bisa melihat angin
Melintas benua kuning-menggelap

Sangkarku adalah nyanyian rapuh di udara. Guratan anak panah
seorang tak dikenal. Aku terbang meninggalkan setiap aku dan kamu
Waktu memahatku di ketinggian
angin susut

Kegetiran adalah masa lalu yang terampuni, Senja selalu usai
dan retakan malam melahirkanku kembali

Menjadi seekor elang aku kini, Dan sebelum waktu menyerapku
ke dalam debu, Seekor elang melintasi siang dan malam
mengenyahkan suka dan duka yang samar

PrumpunX, 25 April 2008

BAGAIMANA MENGUSIR RAYAP-RAYAP
DARI MEJA KERJAKU


Rayap-rayap dalam diriku terus hidup dan berkembang tiap detik.
Mereka menjalari nadiku dan memakan segala yang telah kualami,
Mereka memakan segala yang menjadi milik dalam diriku.
Mereka tak bersuara. Mereka memiliki bahasa yang samar.

Aku bekerja sepanjang hari dan malam
dan segala yang kudapatkan menjadi milik mereka.
Kutemukan rayap-rayap itu dalam ujud seorang perempuan.
Mata coklatnya menunjukkan kebahagiaan.
Rambut halusnya menutupi tubuhnya.
Pada bibirnya ada senyum dari masa lalu.

Pada matahari dan senja aku melihat rayap-rayap.
Mereka merambati langit. Langit menjadi gelap.
Keluarga dan sahabatku tenggelam dalam lautan rayap.
Mimpiku yang rapuh dijalari rayap-rayap.

Aku datang pada suatu siang.
Dimana aku adalah seorang pekerja
yang mesti menghidupkan mimpi manusia.
Aku bekerja untuk manusia
dan rayap-rayap memakan tubuhku.

PrumpunX, 9 Mei 2008

HARI LIBUR


sesuatu seperti hari libur
perahu-perahu meluncur
orang-orang berrambut angin
buah-buah limpahan
binatang-binatang berlarian
dipenuh pesona yang suram

kebohongan menjelma lelucon
dosa tampak menyenangkan
tuhan turun dalam wujud anak kecil
dan bermain-main denganku
puluhan anak kecil
ratusan anak kecil
ribuan anak kecil
kaki mereka yang mungil
masih menjejak bumi
tapi jasad mereka beterbangan
dengan sayap-sayap yang aku tahu

setiap muka memancar
seperti malam tiba
seperti bintang-bintang pagi
seperti bunga-bunga api

sesuatu seperti masa silam
ingatan berkabut
turun perlahan di lembah waktu
bunga-bunga tumbuh
bintang-bintang berlarian ke langit
tuhan terjaga
sementara terlalu lelah,
aku tidur

Desember 2006-Juni 2008

SURGA YANG MENYAMAR


Setiap aku mempunyai titik yang harus ditembus ketika berdiri dihadapan kau yang kucintai, begitu juga kau. Kita berdiri berhadapan, namun di dalam ruang yang berdeda. Masing masing berada di kamar kesendirian bersama selembar cermin. Kita mesti menembusnya, agar tidak menjadi laki-laki dan perempuan. Karena kita adalah jiwa dibalik setiap mawar, adalah kekuatan yang mengalirkan darah dunia, adalah kehidupan, surga, yang menyamar di dunia.

Agustus 2007

MALAM DESEMBER


udara basah
runtuh dirayap kelam
dunia beku menawarkan
duka yang menyenangkan

ada sebuah kata
yang belum mampu kau cipta
namun alam
menampakkannya padamu
dan hanya bagimu

dalam cermin kau melihat
masa kecil menatapmu:
senja berlarian
di atas bukit dan padang rumput
rautnya sama dengan rautmu
mengingatkanmu pada seseorang
yang kau tak mampu mengingatnya

kau sentuh ia, dan ia menyentuhmu
sebuah rupa daramatis
yang sepertinya jenius tak dikenal
pernah melukisnya

kau tutup cermin itu
dan ingin mengajukan pertanyaan
namun masa tua mencegahmu

2006-2008

NAMA


ketika terbangun dari tidur
kukenakan kembali namaku
baru saja aku telah melupakannya
padahal selain nasib dan tangisan
ia adalah milikku yang pertama

kami begitu mirip
seperti saudara kembar
aku sangat mencintainya
dan dia sangat mencintaiku
tapi layaknya kekasih
seringkali kami bertengkar

seringkali aku tinggalkan ia berdiri
di tepi taman yang hujan
orang-orang menyapanya
dan mengira ia adalah diriku
di kamarku, tanpa nama
aku tertawa memikirkan hal itu

namaku hidup bersama mereka
sementara aku telah pergi darinya
ke jalan-jalan, sungai-sungai
dan menenggelamkan diri

2006-2008

MUSIM HUJAN TIBA SEBELUM WAKTUNYA


Tahun ini musim hujan tiba sebelum waktunya
aku kembali mendengarkan detak jam
atau gerimis yang runtuh menggenangi halaman

Seorang anak kecil dan seorang tua yang buta
lewat di antara guguran daun-daun kering
bayangannya terlihat jelas dari jendela kamarku

Seekor burung di rumahku tak lagi mau bernyanyi
ribut kelepak dalam sangkarnya yang asing--
mungkin ia tak menyukai makananku

Ada yang pelan-pelan mengetuk pintu
mungkin lelaki buta dan anak kecil itu
ketika kubuka, aku hanya mendapati diriku sendiri

Mei, 2006

MIMPI BURUK ABADI


orang-orang tersesat
dalam mimpi buruk abadi
pada tubuhnya yang membusuk
mereka tak akan bisa kembali

apa yang dialami bertahun-tahun:
udara putih di masa kanak,
nyanyian ibu di puncak malam,
bahasa burung yang suci
tak akan pernah terjadi kembali

hanya ujud baru yang mengerikan:
anak-anak menjadi dewasa
dan mengetahui ketelanjangannya
seorang perempuan
menggeliat di atas ranjangnya
menyerupai peristiwa melahirkan
duka abadi.

orang-orang tersesat
dalam mimpi buruk abadi
malam lebih nyata
ketimbang gelapnya
duka lebih agung
dari tangisannya

2006

DI BAWAH NAMA DUKA I


Di bawah malam dan gerimis
Dalam hati daku menangis
Mengenang puteri yang manis
Dalam jiwa hati teriris

Pernah kudengar angin berlagu
Desah-mendayu menyentuh kalbu
Tahun berlalu tetap daku mengenalmu
Karena dikaulah Ratu dalam hatiku

Istana hati gagah berdiri
Di atas benua hijau di bawah langit biru
Perawan suci dengarlah ini
Betapa megah cinta untukmu

Bumi tercipta bagai bahtera
Mengarung waktu dan peristiwa
Di kala engkau dan aku tercipta
Tubuh dari bumi dari Langitlah jiwa

Begitu singkat semua berlalu, dinda
Begitu sempit dunia untuk cinta
Benarkah yang di dunia mencinta
Harus mati dan kembali ke surga?

DI BAWAH NAMA DUKA II


Bila hilang siang tibalah malam
Segalanya anugerah bagi pencinta
Dikau mengajarkan padaku arti bahagia
Ketiadaanmu mengajar kedalaman malam

Langit dan bumi mabuk oleh cinta
Bintang dan bulan pun nari-melayang
Daku teringat Adam di dunia pertama
Daku teringat surga yang hilang

Rumput bergetar bagai jemari
Gigil oleh duka dan rindu
Semakin lelah hati mencari
Di mana surga dan singgasanamu

Kuhitung ribuan bintang di sana
Kupetik bunga dari setiap rindu
Kini kutahu kerdip permata
T'lah mencuri lembut cahaya di matamu

Kugelar permadani di atas debu
Kubuka telapak tangan dan pintu setiap jiwa
Sambutlah setiap maqbul do'a
Di manapun engkau berada

DI BAWAH NAMA DUKA III


Duhai bumi di mana hatiku singgah
Duhai langit yang menaungi
Duhai setiap mawar yang merekah
Duhai oh duhai

Duhai setiap makhluk yang tercipta
Duhai, adakah yang menemui kekasihku
Duhai setiap bisikan cinta yang menggelora
Kepada-Nya antarlah do'aku

Malam ini dan setiap malam
Aku ingin bahagia bersamanya
Malam ini dan setiap malam
Aku ingin bahagia bersamanya

Karena aku akan tetap begini
Karena aku akan selalu begini
Aku akan selalu begini
Akan selalu begini

Tubuhku hilang ditelan bayang
Jiwaku menjerit dan melayang
Duhai siang yang segera menjelang
Adakah kau kembalikan hati yang hilang

DI BAWAH NAMA DUKA IV


Malam pun usai dan pagi membuka gerbang
Kusiapkan hati bagi yang menjelang
Kulihat orang dan barang
Di bawa pergi dan datang

Selamat datang bocah kecil
Selamat datang setiap manusia
Di wajah kalian aku mengenal
Raut wajahnya yang kucinta

Di setiap wajah yang lewat sesaat
Adakah yang tetap abadi
Di setiap getar yang hangat
Bagai puteri dalam hati

Seekor rajawali melintas
Dari dunia yang purba
Setiap waktu memberi batas
Bagi penantian sementara

Namun rajawaliku terus mencari
Adakah di langit suatu batas
Dan aku yang disini
Menyebutmu setiap nafas

PERJUMPAAN TERAKHIR
DENGAN MATAHARI


pada perjumpaaan terakhir dengan matahari
kita bercerita tentang senja
dan dari parasmu yang muram
kuterima bola-bola api
untuk kugengam di alam tak berwarna

pada perjumpaan terakhir dengan matahari
kuceritakan dongeng-dongeng
agar kau terjaga dalam mimpimu
dan kita melebur menjadi malam

ya senja, mari berpelukan dengan rembulan
sebelum kita dapati wajah pagi telanjang
terbangun dari tidur, dan kita bertemu
di hari kedua yang asing

Cigaru 2004

MALAM PUN BERJATUHAN
KE DALAM GELAPNYA HARI


terlalu berbahaya bagi mereka
hidup dalam kilauan cahaya
ketika semua yang kelak sirna
tampak begitu nyata

untuk sekejap, hutan-hutan di langit
menyanyikan keperawanannya
untuk sekejap dan sekejap saja
malam pun berjatuhan ke dalam gelapnya hari

namun dalam hujan berat itu
semoga selalu ada yang bertahan
dalam kebebasan dari suka dan derita :
air mata pun mengalir dengan tabah ;
kebahagiaan menelusuri lekukan sungai

Cipari, 26 Agustus 2008

WANITA ITU


Wanita itu merapihkan rumahnya
Dibentuknya segala yang tak nyata
Dengan desah nafas bahagia
Dengan kebimbangan alami

Wanita itu
Begitu dekat dengan meja-meja
Dengan debu dan apinya
Semakin jauh aku melihat lanskap itu
Sementara mengapa
Aku tak pernah tahu

Juli 2008

DI GERBANG KE-20


mula-mula mimpi dari kegelapan
lalu kata-kata
mencipta cahaya

kini kau temukan ujudku menatapmu
dengan kedua matanya yang asing
dari lidahnya memancar cahaya
apinya membakar bentukmu
dengan panas yang tak pernah padam

2006-2009

SAJAK ORANG
YANG BELUM MENEMUKAN
SESUATU

Ia adalah tatap mata si kecil yang bahagia
karena tak menyadari kebebasannya
Ia adalah jalan-jalan kecil di masa lalu;
yang setiap kali kubaca layaknya kitab suci
Ia adalah duri kecil yang kusingkirkan dari jalanan
karena mengira orang akan menginjak tangisannya
Ia adalah tanah, yang mengambil setiap orang tua
dari setiap yatim dan piatu
Ia adalah rintih si tua yang merindukan kematiannya
padahal tak tahu benar bagaimana menghadapinya
Ia adalah tawa mereka yang tak menyadari
diam-diam ada yang menertawakan tawa mereka
Ia adalah sinar matahari yang setiap kali terjaga
tapi kami tidur pada bumi malam hari

2006-2009

BUTA

tiada lagi warna benda
segalanya menjelma getar dalam gelap
:di mana yang tak dikenal
bangkit mendekapku
lalu membawaku pergi
melintasi malam yang asing

terimakasih,
o mataku yang buta
kau lindungi aku
dari cantik warna-warna:
mawar bukan merah
tapi duri!
rumah adalah suara
dan aku mengenali asingnya

2005-2009

SUATU HARI DALAM KENANGAN PENGEMBARA

di tengah hari yang kian tak nyata
aku terpesona dengan awan-awan itu
kupandangi burung-burung mungil kehijauan
terbang di bawah hembusan angin
mungkinkah mereka mengerti kerinduanku?

berartikah bila kubacakan sajak-sajak
bagi bunga-bunga yang mekar di taman waktuku
mengertikah mereka jika aku menyentuh mereka
dengan tangan yang telah ditinggalkan jiwaku
kini dengan awan, burung, dan segalanya aku terasing

seringkali, siang hari di kamarku yang duka, aku tertidur
karena malamnya sungguh aku terpesona
dengan kemurnian malam-malam panjang
aku terpesona dengan nyanyian di bawah bintang
bagaimana mereka perlihatkan getaran semu dan dingin

duhai hidupku yang panjang
aku tak tega mengenang masa kecilku
anak kecil yang ceria, bermain dengan kesucian
aku terbayang bayi mungil yang bergetar menangis
oh, apakah ia mengetahui masa depannya?

di kota yang jauh ini, aku melihat ia yang berjalan
ia di jalan kota, atau yang duduk di taman kota
atau anak kecil yang bermain dengan balonnya
aku menyadari, aku telah menjadi banyak orang ini
yang masing-masing bernyanyi dan masing-masing sunyi.

Jogjakarta 2006 - Kroya 2009

KHAYALAN ORANG
YANG TAK BISA TIDUR
PADA SUATU PAGI

Masih terjaga di suatu pagi
Kembali kujumpai ujud diri:
Burung-burung tumbuh,
daun-daun bernyanyi
Tentang gelap
sunyi yang panjang
Tanpa tidur,
penuh mimpi.

Seolah menjadi suatu taman,
mataku yang setengah terbuka
menyinari halaman
Bibirku yang layu, basah
oleh embun dan khayal
Mataku yang setengah tertutup
ingin kembali bermimpi.

Burung-terbang dari dunia khayal
Daun tumbuh dari dunia khayal

Semua milikku
kusimpan dalam khayal
Nasib
mimpi
kenangan
Dan pisaunya

September 2006-April 2009